Sabtu, 22 Desember 2012

Sepucuk Surat Kasih untuk Ibuku terkasih


Teruntuk ibuku tersayang...
Kuharap ketika engkau membaca surat ini, kau akan mengerti atas diamku selama ini, ibu..Ibuku yang menjadi perisai jiwaku...

Kau tahu, aku mencintai dirimu lebih dari aku menyayangi diriku sendiri, mungkin terdengar amat basi ketika seorang anak yang mengutarakan betapa dirinya mencintai ibunya, namun dari lubuk hati dan jiwa terdalam aku ingin kau tahu bahwa kau adalah nafas dan darahku, ibu..

Maafkan aku, mungkin dapat terhitung dengan jemari seberapa sering aku mengatakan secara langsung ‘aku menyayangimu ibu’. Maafkan aku.. Dengan diamku itu, sesungguhnya aku begitu sayang padamu, begitu ingin membuatmu bahagia..

Ibuku yang tak beranjak meski malam telah lenyap...‘Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia’. Aku selalu berkaca-kaca ketika menyanyikan sepenggal lagu itu, teringat dulu saat kita menyanyikan lagu itu waktu aku balita lalu kau mendekapku penuh makna. Ibu, terimakasih atas kesetiaanmu untuk selalu disampingku, menjagaku, menemaniku tak kenal waktu dan tak kenal lelah.. Kau memang begitu sempurna, bukan sekedar hujan yang hanya datang di selingan hari, bukan pula pelangi yang hanya muncul kala hujan telah usai.

Maafkan anakmu ini yang jauh dari akhlak, yang selalu lalai dari etika.. Tak terhitung banyaknya dosaku atas dirimu, ibu.. Aku ingat semasa aku kecil dulu, aku selalu marah ketika aku pulang sekolah dan aku menangis karena masakanmu yang tidak aku sukai. Aku  memasang wajah kusut ketika kau menyuruhku saat aku tengah lelah sekali. Akupun terkadang meninggikan suaraku kala kau tak juga mengerti maksudku.

Sementara engkau...?

Kau satu-satunya orang yang berada disisiku ketika aku sakit, tak pernah lelah dan mengeluh meski kau harus menemaniku sampai akhirnya kau tak memiliki waktu tidur. Kau satu-satunya orang yang membelaku kala aku dirundung masalah dan semua orang menghakimiku.. Kau pun tak pernah meninggikan suaramu meski aku selalu membuatmu jengah.
Maafkan aku, ibu.. Sesungguhnya itu semua kekuranganku, kekhilafan anakmu yang tak tahu etika ini, namun aku selalu berusaha untuk menjadi lebih baik, ibu..

Ibuku, lentera hidupku....Aku ingin membuatmu bahagia, bangga akanku. Saat ini di usiaku yang bukan anak-anak lagi, sejujurnya perjuanganku sejauh ini tak lain hanya ingin membahagiakan kau dan ayah.. Aku tak memikirkan tentang kebahagiaanku, yang selalu menjadi bahan renungan untuk maju adalah kau dan ayah..

Ibu.. saat kau terbaring sakit, aku menangis, berdo’a pada-Nya agar Dia memindahkan sakitmu itu pada ragaku. Mendengar rintihan sakitmu lebih dari sekedar sayatan pisau yang melukaiku. Akupun merasa sakit  ketika aku melihat air matamu jatuh berlinangan, rasanya ingin sekali memukul seseorang yang telah menggoreskan luka dihatimu.

Menuju hari ibu ini, aku ingin kau tahu betapa dalamnya rasa sayangku untukmu, betapa berperannya kau di hidupku. Tak terbayangkan bagaimana jadinya aku bila kau pergi, ibu... Karena salah satu alasanku berjuang sampai detik ini adalah karena engkau.. Karena engkaulah alasanku..

Beruntungnya aku memiliki bidadari dunia seperti kau, ibu... Terimakasih atas segalanya.. Aku berjanji, aku akan menjadi pohon peneduh untukmu kelak, meski saat ini pohon itu baru ku tanam dan belum dapat meneduhkanmu.

Aku berjanji..


Dengan kasih dan sayang tak berujung,


Anakmu,
Tuti Alawiyah